Soil
Transmitted Helminth atau cacing ditularkan melalui perantaraan tanah
adalah cacing yang menyelesaikan siklus hidupnya perlu hidup di tanah yang
sesuai untuk dapat berkembang menjadi bentuk infeksi bagi manusia. Infeksi oleh
cacing yng ditularkan melalui perantaraan tanah ini sering disebut juga dengan
kecacingan. 11)
Spesies yang sering menyebabkan infeksi pada
manusia adalah cacing termasuk golongan nematoda usus yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing tambang
(Necator americanus dan Ancylostoma duodenale). Spesies lain
yang termasuk nematoda usus namun penularannya tidak melalui tanah adalah Enterobius vermicularis (cacing kremi ),dan
Trichinella spiralis. 12)
2.2 Cacing Perut dan Siklus Hidupnya Melalui Tanah
2.2.1 Ciri Umum Nematoda Usus
Ciri
umum nematoda usus adalah tidak bersegmen, bilateral, simetris, mempunyai
saluran cerna yang berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta
panjangnya bervariasi dari beberapa milimeter hingga lebih dari satu meter
(lynne). Cacing ini
mempunyai kepala, ekor, dinding dan rongga badan dan alat –alat lain yang
lengkap. Biasanya sistem pencernaan, ekskresi dan reproduksi terpisah. Pada
umumnya cacing bertelur, tetapi ada juga yang vivipar dan yang berkembang biak
secara partenogenesis. Cacing dewasa tidak bertambah banyak di dalam badan
manusia. Seekor cacing betina dapat mengeluarkan telur atau larva sebanyak 20
sampai 200.000 butir sehari.
2.2.2. Klasifikasi Nematoda Usus
Klasifikasi
nematoda usus yang penting dan digunakan dalam penelitian ini yaitu cacing
gelang (Ascaris lumbricoides), cacing
tambang terdiri dari Necator americanus,
Ancylostoma duodenale dan cacing
cambuk (Trichiuris trichiura)
2.2.3. Siklus hidup nematoda usus
Manusia merupakan hospes definitif utama
untuk semua jenis cacing perut yang tidak hanya membutuhkan manusia/tidak
memerlukan hospes perantara maka telur yang dikeluarkan dari tubuh manusia
harus tumbuh dan berkembang menjadi infektif dalam lingkungan sebelum
menginfeksi manusia.
2.2.4. Cara Infeksi
Telur
atau larva nematoda yang hidup di dalam usus atau diletakkan pada kulit
perianal oleh cacing betina dikeluarkan dari badan hospes bersama tinja. Larva
biasanya mengalami pertumbuhan dengan pergantian kulit. Bentuk infektif dapat
memasuki badan manusia dengan berbagai cara, ada yang masuk secara aktif ada
pula yang tertelan atau dimasukkan oleh vektor melalui gigitan. Cara
menginfeksi langsung dengan menelan telur melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi telur serta tangan yang kotor. Infeksi tidak langsung terjadi
telur infektif melekat pada badan atau kaki lalat, kecoa, tikus yang terkontak
dengan tinja manusia di tanah dan mengandung telur yang sudah matang selain itu
juga bisa terbawa angin, air dan terselip di kuku.
2.2.5. Patogenesis dan Gejala Kecacingan
Cacing
dapat menembus mukosa usus sehingga dapat terjadi proses traumatik dan toksis.
Dalam jumlah yang banyak di usus akan terjadi kerusakan mukosa usus disertai
iritasi dan peradangan.infeksi berat dapat terjadi intoksikasi sistemik atau
alergi disertai anemia. Gejala klinik terjadi pada infeksi berat, penderita
mengalami anemia yang berat dengan kadar haemoglobin kurang dari 3 persen,
diare disertai darah, nyeri perut, muntah atau mual, tinja campur darah dan
lendir. Beberapa kasus terjadi prolapsus karena iritasi terus menerus oleh
cacing tersebut.
2.2.6. Diagnosis Kecacingan
Diagnosis
yang pasti adalah dengan menemukan telur cacing di dalam tinja. Pemeriksaan
langsung daapt menemukan telur fertile bila jumlahnya cukup banyak. Jumlah
telur dapat digunakan untuk menentukan jumlah cacing karena produksi telur
relatif tetap pemeriksaan dengan rontgen
dapat mendeteksi cacing muda dan jantan.
2.2.7. Pencegahan
Pencegahan
dilakukan dengan mengadakan pengobatan terhadap penderita atau pengobatan
massal, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, pembuangan tinja pada jamban,
memasak yang benar pada makanan dan minuman dan penggunaan jamban. Infeksi di
daerah endemik dapat dicegah dengan pengobatan orang yang terkena infeksi, pembuangan
tinja secara baik, kebersihan diri, pendidikan sanitasi dan menyiram sayuran
dengan air panas apabila tidak dimasak.
2.2.8. Parasitologi
Dalam
hal ini akan diuraikan ke tiga spesies mengenai nama umum, nama penyakit, ciri
khas, distribusi geografi, patogenesis dan gejala kecacingan, morfologi dan
daur hidup, cara infeksi, diagnosis, pencegahan dan epidemiologi. Ketiga
spesies adalah
a. Ascaris lumbricoides
1. Nama umum dan nama penyakit
Nama umum dari Ascaris lumbricoides adalah cacing
gelang dengan nama penyakit yang ditimbulkan adalah Ascariasis, infeksi
ascariasis, infeksi cacing gelang. 13)
2. Ciri Khas
Cacing
dewasa berwarna putih atau kemerahan, cacing jantan panjangnya dapat mencapai
31 cm, sedangkan yang betina dapat mencapai 35 cm, kutikelnya halus dan
bergaris-garis, ujung anterior maupun posterior tubuhnya meruncing, mulut
mempunyai tiga bibir yang bulat panjang dan papil peraba dan cacing jantan
mempunyai dua spikula dan ekor melengkung ke ventral. 14)
3. Distribusi Geografik
Parasit ini adalah
kosmopolit, lebih banyak ditemukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di
beberapa daerah tropik, derajat infeksi dapat mencapai 100 % dari penduduk.
Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak yang biasanya juga
menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi. Di Indonesia antara tahun 1970 – 1980
menunjukkan pada umumnya prevalensi 70 % atau lebih. Prevalensi tinggi sebesar
78,5 % dan 72,6 % masih ditemukan pada tahun 1998 pada sejumlah murid dua
sekolah dasar di Lombok. Di Jakarta sudah dilakukan pemberantasan secara
sistematis terhadap cacing yang ditularkan melalui tanah sejak 1987 di
sekolah-sekolah dasar. Prevalensi ascaris sebesar 6,8% di beberapa sekolah di
Jakarta Timur pada tahun 1994 turun menjadi 4,9 % pada tahun 2000.
4. Patogenesis dan Gejala Kecacingan
Jenis
dan derajat cacing gelang (Ascaris lumbricoides)
tergantung dari stadium parasit dan lokasinya dalam tubuh hospes. Migrasi
cacing muda (5-7 cm) menimbulkan gejala sakit kepala, nyeri otot, batuk dan
demam. Bila cacing otak dan jantung dapat menyebabkan gangguan yang lebih berat
bahkan kematian. Pada jaringan hati dapat menyebabkan perdarahan dan peradangan
hati. Bila memasuki paru-paru menimbulkan pseudotubercel.
Eksudasi cairan ke alveoli dan intestinum radang Peribronchial peumoascariasis demam dan batuk. Cacing dewasa dalam
usus umumnya tidak menimbulkan gejala yang nyata hanya pada hospes yang rentan
atau infeksi yang berat akan menimbulkan gejala tidak enak badan, nafsu makan
berkurang, sakit perut, mual, muntah serta diare.
5. Morfologi dan daur hidup
Cacing dewasa Ascaris lumbricoides merupakan cacing
gelang terbesar yang dijumpai dalam saluran pencernaan manusia 15).
Cacing ini panjang, berbentuk silinder, dan ekornya menirus. Cacing betina
dewasa yang telah cukup matang lebih besar
dari ukuran cacing jantan. Cacing jantan berukuran 10 - 30 cm, sedangkan yang
betina 22-35 cm. Stadium dewasa hidup di rongga usus muda. Seekor cacing betina
dapat bertelur sebanyak 100.000 - 200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang
dibuahi dan yang tidak dibuahi. Telur yang dibuahi, besarnya kurang lebih 60 x
45 mikron dan yang tidak dibuahi 90 x 40 mikron. Dalam lingkungan yang sesuai,
telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih
3 minggu. Bentuk infektif ini, bila tertelan oleh manusia, menetas di usus
halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran
limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru.
Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk
rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju faring, sehingga
menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan
larva akan tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus
larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing
dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih dua bulan 16)
6. Cara infeksi
Cara infeksi cacing gelang
dapat terjadi melalui beberapa jalan yaitu kontak langsung dengan tanah yang
tercemar telur matang, melalui mulut, bersama makanan dan minuman yang tercemar
atau tertelan telur melalui tangan yang kotor sehingga infeksi per oral bisa
terjadi atau telur infektif melekat pada badan atau kaki lalat, kecoa, tikus
yang terkontak dengan tinja manusia di tanah dan mengandung telur yang sudah
matang.
7. Diagnosa
Diagnosis yang pasti adalah
dengan menemukan telur cacing dalam tinja. Pemeriksaan langsung dapat menemukan
telur fertile bila jumlahnya cukup banyak. Jumlah telur dapat digunakan untuk
menentukan jumlah cacing karena produksi telur relatif tetap. Pemeriksaan
dengan rontgen dapat mendeteksi
cacing muda dan jantan.
8. Pencegahan
Ascariasis terutama terjadi
penularan di rumah tangga. Terdapat hubungan erat dengan hygiene keluarga dan pribadi maka pencegahan tergantung pada
pembuangan tinja menurut syarat kesehatan. Pengobatan massal yang diikuti
dengan perbaikan sanitasi dan hygiene
pribadi dan lingkungan akan mencegah penyebaran askariasis. Pencegahan jangka
panjang dengan pendidikan kesehatan keluarga,
lingkungan.
9. Epidemiologi
Infeksi terjadi setelah
menelan telur yang berisi embrio pada makanan yang terkontaminasi, lebih sering
melalui tangan yang terkontaminasi. Telur yang keluar bersama tinja berkembang
biak pada macam tanah yang liat, lembab dan terlindung sinar matahari langsung.
Pada iklim sedang dan berangin, telur bisa ditularkan melalui udara masuk mulut
dan tertelan. Telur Askariasis relatif resisten terhadap kekeringan dan variasi
suhu yang lembab. Di negara berkembang dimana fasilitas saniasi yang kurang,
memaparkan populasi berisiko besar dan prevalensi bisa sampai 80-90 %. Pada
daerah beriklim sedang infeksi terjadi pada sekelompok keluarga 17)
b. Cacing
tambang
1. Nama umum dan nama penyakit
Cacing tambang yang terkenal
dan dapat menimbulkan penyakit pada manusia adalah cacing Ancylostoma duodenale yang menyebabkan ankilostomiasis dan Necator americanus yang menyebabkan
necatoriasis, incinariasis, infeksi cacing tambang 13)
2.Ciri Khas
Nematoda ini berwarna putih
kelabu, silindrik dan fusiform, panjang yang jantan mencapai 11 mm dan yang
betinaa sampai 13 mm, Ancylostoma duodenale
lebih besar daripada Necator americanus,
kutikel tebal, cacing jantan mempunyai organ reproduksi tunggal dan sebuah
bursa kopulatriks, cacing betina mempunyai sepasang organ reproduksi, tidak
mempunyai bursa kopulatriks, vulva terletak posterior dari pertengahan badan Ancylostoma, dan pada Necator di daerah anteriornya dan spina
kaudal terdapat pada Ancylostoma betina,
tidak ada pada Necator 14)
3. Distribusi Geografik Necator americanus
dan Ancylostoma duodenale
Penyebaran cacing ini di
seluruh daerah khatulistiwa dan di tempat lain dengan keadaan yang sesuai,
misalnya di daerah pertambangan dan perkebunan. Prevalensi di Indonesia tinggi, terutama di
daerah pedesaan. Antara tahun 1972-1979 prevalensi di berbagai daerah pedesaan
di Indonesia adalah sekitar 50 %. Pada survei-survei yang dilakukan Departemen
Kesehatan di sepuluh propinsi di Indonesia antara tahun 1990-1991 hanya
didapatkan 0-24,7 % sedangkan prevalensi sebesar 6,7 % didapatkan pada
pemeriksaan 2478 anak sekolah dasar di Sumatera Utara 8)
4. Patogenesis dan Gejala Kecacingan
Gejala
nekatoriasis dan ankilostomiasis
1. Stadium
larva:
Bila banyak
larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang
disebut ground itch. Perubahan pada
paru biasanya ringan.
2. Stadium
Dewasa
Gejala tergantung pada
spesies dan jumlah cacing dan keadaan gizi penderita. Tiap cacing Necator americanus menyebabkan
kehilangan darah sebanyak 0,005-0,1 cc sehari. Sedangkan A.duodenale 0,8 - 0,34 cc. Biasanya terjadi anemia hipokrom
mikrositer. Disamping itu juga terdapat eosinofilia. Bukti adanya toksin yang
menyebabkan anemia belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya
tahan berkurang dan prestasi kerja menurun.
Menurut Noerhajati,
sejumlah penderita cacing tambang yang dirawat di Yogyakarta mempunyai kadar
haemoglobin yang semakin rendah bilamana penyakit semakin berat. Golongan ringan, sedang, berat dan sangat
berat mempunyai kadar Hb rata-rata berturut-turut 11,3 g%, 8,8 g%, 4,8 g%, dan
2,6 g%.
5. Morfologi dan Daur Hidup Necator
americanus dan Ancylostoma duodenale
Cacing dewasa hidup di
rongga usus halus, dengan mulut yang besar melekat pada mukosa dinding usus.
Cacing betina Necator americanus tiap
hari mengeluarkan telur kira-kira 9000 butir, sedangkan Ancylostoma duodenale kira-kira 10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang kurang lebih
1 cm, cacing jantan kurang lebih 0,8 cm.
Bentuk badan Necator americanus
biasanya menyerupai huruf S, sedangkan Ancylostoma
duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar.
Necator americanus mempunyai benda kiin, sedangkan pada Ancylostoma duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai
bursa kopulatrik. Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam
waktu 11,5 hari, keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira tiga hari larva
rabditiform tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit dan
dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah.
Telur cacing tambang yang
besarnya kira-kira 60 x 40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis.
Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva rabditiform panjangnya kira-kira 250
mikron, sedangkan larva filariform panjangnya kira-kira 600 mikron.
6. Cara Infeksi
Infeksi cacing tambang
melalui kulit oleh larva filariform yang menembus kulit, sedangkan melalui
mulut larva infektif tertelan bersama makanan dan minuman, atau pada tangan
yang kotor.
7. Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur
dalam tinja segar. Dalam tinja yang lama mungkin ditemukan larva. Untuk
membedakan spesies N.americanus dan A.duodenale dapat dilakukan dengan tinja
misalnya dengan cara Harada-Mori 9)
8. Pencegahan
Di dalam masyarakat
infeksi cacing tambang dapat dikurangi atau dihindarkan dengan sanitasi
pembuangan tinja, kebersihan dan pemakaian alas kaki, melindungi orang yang
mungkin terinfeksi dan mengobati orang yang mengadung parasit. Pengobatan
massal atau perorangan dengan antelminthik, membuat jamban yang memenuhi syarat
kesehatan pada setiap keluarga dan selalu memakai alas kaki bila berjalan di
tanah akan mencegah infeksi.
9. Epidemiologi
Cacing terutama tersebar
di daerah tropik Afrika, Asia dan Amerika. Kondisi yang cocok untuk
perkembangan telur cacing tambang menjadi larva filariform adalah suhu antara
23-33 °C, basah dan banyak hujan serta berpasir, berhumus, dan terlindung matahari
langsung, infeksi cacing tambang ini terjadi bila kulit kontak dengan tanah
yang terkontaminasi larva filariform pada tinja yang dibuang sembarangan.
Penyakit ini juga bisa diderita dengan menelan larva infektif khususnya Ancilostoma. Transmisi laktogenik juga
bisa terjadi pada spesies ini. Mungkin karena banyaknya pemaparan, laki-laki
memperlihatkan insiden lebih tinggi daripada wanita.
c. Trichiuris trichiura
1. Nama umum dan nama penyakit
Nama
umum cacing ini adalah cacing cambuk dan penyakit yang ditimbulkan adalah
trichuriasis,trichocephaliasis, infeksi cacing cambuk
2. Ciri Khas
Cacing cambuk jantan
panjangnya mencapai 45 mm, yang betina 50 mm, ujung posterior yang betina
lurus, pada yang jantan melingkar, spikula yang jantan tunggal, mempunyai
selubung yang lentur, bagian anterior mengandung esofagus yang panjang dan
sempit dan usus dan organ reproduksi terletak di ujung posterior tubuh. 14)
3. Distribusi Geografik
Cacing ini bersifat
kosmopolit, terutama ditemukan di daerah panas dan lembab, seperti di
Indonesia. Di beberapa daerah di Indonesia, prevalensi masih tinggi seperti
yang dikemukakan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1990/1991 antara lain 53
% pada masyarakat Bali, 36,2 % di perkebunan di Sumatera Selatan, 51,6 % pada
sejumlah sekolah di Jakarta. Prevalensi dibawah 10 % ditemukan pada pekerja
pertambangan di Sumatera Barat (2,84%) dan di sekolah - sekolah di Sulawesi
Utara (7,42%). Pada tahun 1996 di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan infeksi Trichiuris ditemukan sebanyak 60 % di
antara anak sekolah dasar.
4.Patogenesis dan Gejala Klinis
Cacing Trichuris pada manusia
terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak,
cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di
mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu
defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi
trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya
dapat terjadi perdarahan. Di samping itu rupanya cacing ini mengisap darah
hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia.
Penderita terutama anak dengan infeksi
Trichuris yang berat dan menahun, menunjukkan gejala-gejala nyata seperti
diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri, anemia, berat badan turun
dan kadang-kadang disertai prolapsus rektum. Pada tahun 1976, bagian
Parasitologi FKUI telah melaporkan 10 anak dengan trikuriasis berat, semuanya menderita diare yang menahun selama 2-3
tahun. Infeksi berat Tricuriasis sering disertai dengan infeksi cacing lainnya
atau protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang
jelas atau sama sekali tanpa gejala, parasit ini ditemukan pada pemeriksaan
tinja rutin.
5. Morfologi dan Daur Hidup
Cacing
betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm,
bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang
seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya
membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum.
Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian anteriornya
yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina
diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3000-10.000 butir.
Telur
berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam
penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna
kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan
dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3 sampai 6
minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat
yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk
infektif. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur
matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus.
Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah
kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru, masa
pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina
meletakkan telur kira-kira 30-90 hari.
6. Cara Infeksi
Cara
menginfeksi langsung dengan menelan telur melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi
telur serta tangan yang kotor. Infeksi tidak langsung terjadi telur infektif
melekat pada badan atau kaki kecoa, lalat, tikus yang terkontaminasi tinja
manusia yang mengandung telur matang. Selain itu juga bisa terbawa angin, air dan terselip di
kuku.
7. Diagnosis
Diagnosis
pasti dilakukan dengan pemeriksaan tinja penderita dengan menemukan telur
cacing. Cacing dewasa dapat terlihat apabila terlihat prolapsus rectum atau
pemeriksaan mukosa rektum.
8. Pencegahan
Pencegahan
dilakukan dengan mengadakan pengobatan terhadap penderita atau pengobatan
massal, perbaikan hygiene dan sanitasi perseorangan, pembuangan tinja pada
jamban, memasak yang benar pada makanan dan minuman dan penggunaan jamban.
Infeksi di daerah endemik dapat dicegah dengan pengobatan orang yang terkena
infeksi, pembuangan tinja secara baik, cuci tangan sebelum makan, pendidikan sanitasi
dan hygiene perseorangan, atau
menyiram sayuran dengan air panas apabila tidak dimasak.
9. Epidemiologi
Paling
sering ditemukan di daerah tropik, di tempat yang sanitasinya rendah, tanah
liat dan lembab terlindung sinar matahari langsung dan kondisi lingkungannya
optimal bagi inkubasi telurnya. Telur kurang resisten terhadap panas matahari
dan kekeringan.
2.3 Sanitasi Lingkungan
Sanitasi
lingkungan adalah usaha pengendalian dari semua faktor-faktor lingkungan fisik
manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan
bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. 17)
Kesehatan
masyarakat di negara berkembang tergantung pada tiga hal yaitu penyediaan air
bersih, metode pembuangan kotoran manusia yang baik dan pendidikan hygiene.
1.
Penyediaan air bersih
Tujuan utama
penyediaan air bersih dan pembuangan air kotor adalah untuk membantu mengatasi
penyebaran penyakit yang melemahkan dan mematikan, untuk memperbaiki kehidupan
dan produktifitas. Pengendalian penyakit yang berhubungan dengan air bersih dan
sanitasi memerlukan banyak air bersih , hygiene
yang baik dan pembuangan tinja yang memenuhi syarat kesehatan. Adapun sumber
air bersih dapat diperoleh dari air permukaan (sungai, waduk), air tanah dan
air hujan. Air bersih tersebut guna memenuhi kebutuhan domestik (mandi,
mencuci, makan dan minum), keperluan industri dan keperluan pertanian, irigasi
dan peternakan. 20)
2. Pembuangan kotoran manusia
Untuk mencegah, sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi
tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan
baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban
yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi
persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban
tersebut.
b. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.
c. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.
d. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat
dan kecoa dan binatang-binatang lainnya.
e. Tidak menimbulkan bau.
f. Mudah digunakan dan dipelihara (maintenance).
g. Sederhana desainnya.
h. Murah
i. Dapat diterima oleh pemakainya.
3. Kondisi Lantai
Kondisi lantai suatu rumah sangat penting mengingat
lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan menjadi perantara penularan
penyakit kecacingan. Bila seseorang tidak menggunakan alas kaki dan lantainya
tidak memenuhi syarat kesehatan (tidak kedap air, terbuat dari tanah) maka akan
terjadi kontak langsung dan akan terinfeksi kecacingan. Konstruksi lantai rumah
harus rapat air dan selalu kering agar mudah dibersihkan dari kotoran dan debu.
Dengan demikian lantai rumah harus padat atau stabil hingga mudah dibersihkan
dan cepat kering bila terkena air, oleh karena itu perlu dilapisi dengan
lapisan yang kedap air (semen, tegel, teraso, dan lain-lain)21)
2.4 Praktek Kebersihan Diri
Kebersihan
diri atau disebut juga dengan hygiene
perseorangan atau personal hygiene.18) Hygiene adalah usaha kesehatan masyarakat mempelajari kondisi
lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena
pengaruh lingkungan serta membuat kondisi lingkungan sedemikian sehingga terjamin
pemeliharaan kesehatan.19) Dari pengertian hygiene tersebut maka dapat diartikan kebersihan diri adalah usaha
dari individu atau kelompok dalam menjaga kesehatan melalui kebersihan individu
dengan cara mengendalikan kondisi lingkungan terhadap kesehatannya, upaya mencegah
timbulnya penyakit karena pengaruh faktor lingkungan yang merugikan serta
membuat kondisi lingkungan sedemikian sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan.
Kebersihan perseorangan terdiri dari
1.
Kebiasaan mandi
Mandi gunanya untuk
menghilangkan bau, kotoran-kotoran, merangsang peredaran darah, melemaskan otot
dan kesegaran tubuh. Mandi dapat dilakukan sebelum makan atau istirahat dan
paling sedikit dua kali sehari.
2. Kebersihan Tangan
Maksud dari mencuci
tangan bukanlah sekedar pernyataan estetik (rasa bersih) saja kan tetapi
penting karena tidak ada bagian tubuh lain yang paling sering kontak dengan
mikroorganisme selain tangan. Alasan ini penting untuk mencuci tangan misalnya
sebelum dan sesudah makan atau ngambil makanan,sebelum dan sesudah buang air
besar, dan setelah bekerja. 18). Mencuci tangan sebaiknya dengan air
yang mengalir dan memakai sabun atau sikat serta menggosok sela tangan dari
lipatan kulit di kuku serta pemotongan kuku.
3.Kebersihan Kaki
Bila kebersihan dan pemeliharaan
kaki tidak diperhatikan dapat menjadi sarang atau tempat masuknya
kuman-kuman penyakit dalam tubuh19).
Kebersihan kaki meliputi:
a. Mencuci
Kaki
Sehabis
mandi atau saat mandi sebaiknya mencuci kaki dengan bersih karena kaki terutama
sela-sela kaki sering dilupakan. Demikian pula sehabis melakukan aktifitas
terutama dengan kaki telanjang. Hendaknya kaki selalu dicuci dan setelah tiu
dikeringkan dengan handuk. Mencuci kaki sebelum tidur adalah kebiasaan yang
baik.
b. Kuku jari kaki harus dipotong
dengan memperhatikan kebersihan sela- selanya
c. Memakai alas kaki, menghindari atau mencegah penularan penyakit yang
masuk dengan perantaraan kulit seperti ankilostomiasis.