Selasa, 04 Juni 2013

PENYAKIT KECACINGAN



                                                                      
Kecacingan
          Soil Transmitted Helminth atau cacing ditularkan melalui perantaraan tanah adalah cacing yang menyelesaikan siklus hidupnya perlu hidup di tanah yang sesuai untuk dapat berkembang menjadi bentuk infeksi bagi manusia. Infeksi oleh cacing yng ditularkan melalui perantaraan tanah ini sering disebut juga dengan kecacingan. 11)
            Spesies yang sering menyebabkan infeksi pada manusia adalah cacing termasuk golongan nematoda usus yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing cambuk (Trichuris trichiura) dan cacing tambang (Necator americanus dan Ancylostoma duodenale). Spesies lain yang termasuk nematoda usus namun penularannya tidak melalui tanah adalah Enterobius vermicularis (cacing kremi ),dan Trichinella spiralis. 12)

2.2 Cacing Perut dan Siklus Hidupnya Melalui Tanah
2.2.1 Ciri Umum Nematoda Usus
         Ciri umum nematoda usus adalah tidak bersegmen, bilateral, simetris, mempunyai saluran cerna yang berfungsi penuh, biasanya berbentuk silindris serta panjangnya bervariasi dari beberapa milimeter hingga lebih dari satu meter (lynne). Cacing ini mempunyai kepala, ekor, dinding dan rongga badan dan alat –alat lain yang lengkap. Biasanya sistem pencernaan, ekskresi dan reproduksi terpisah. Pada umumnya cacing bertelur, tetapi ada juga yang vivipar dan yang berkembang biak secara partenogenesis. Cacing dewasa tidak bertambah banyak di dalam badan manusia. Seekor cacing betina dapat mengeluarkan telur atau larva sebanyak 20 sampai 200.000 butir sehari.
2.2.2. Klasifikasi Nematoda Usus
         Klasifikasi nematoda usus yang penting dan digunakan dalam penelitian ini yaitu cacing gelang (Ascaris lumbricoides), cacing tambang terdiri dari Necator americanus, Ancylostoma duodenale dan cacing cambuk (Trichiuris trichiura)
2.2.3. Siklus hidup nematoda usus
         Manusia merupakan hospes definitif utama untuk semua jenis cacing perut yang tidak hanya membutuhkan manusia/tidak memerlukan hospes perantara maka telur yang dikeluarkan dari tubuh manusia harus tumbuh dan berkembang menjadi infektif dalam lingkungan sebelum menginfeksi manusia.
2.2.4. Cara Infeksi
         Telur atau larva nematoda yang hidup di dalam usus atau diletakkan pada kulit perianal oleh cacing betina dikeluarkan dari badan hospes bersama tinja. Larva biasanya mengalami pertumbuhan dengan pergantian kulit. Bentuk infektif dapat memasuki badan manusia dengan berbagai cara, ada yang masuk secara aktif ada pula yang tertelan atau dimasukkan oleh vektor melalui gigitan. Cara menginfeksi langsung dengan menelan telur melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi telur serta tangan yang kotor. Infeksi tidak langsung terjadi telur infektif melekat pada badan atau kaki lalat, kecoa, tikus yang terkontak dengan tinja manusia di tanah dan mengandung telur yang sudah matang selain itu juga bisa terbawa angin, air dan terselip di kuku.
2.2.5. Patogenesis dan Gejala Kecacingan
         Cacing dapat menembus mukosa usus sehingga dapat terjadi proses traumatik dan toksis. Dalam jumlah yang banyak di usus akan terjadi kerusakan mukosa usus disertai iritasi dan peradangan.infeksi berat dapat terjadi intoksikasi sistemik atau alergi disertai anemia. Gejala klinik terjadi pada infeksi berat, penderita mengalami anemia yang berat dengan kadar haemoglobin kurang dari 3 persen, diare disertai darah, nyeri perut, muntah atau mual, tinja campur darah dan lendir. Beberapa kasus terjadi prolapsus karena iritasi terus menerus oleh cacing tersebut.
2.2.6. Diagnosis Kecacingan
         Diagnosis yang pasti adalah dengan menemukan telur cacing di dalam tinja. Pemeriksaan langsung daapt menemukan telur fertile bila jumlahnya cukup banyak. Jumlah telur dapat digunakan untuk menentukan jumlah cacing karena produksi telur relatif tetap pemeriksaan dengan rontgen dapat mendeteksi cacing muda dan jantan.

2.2.7. Pencegahan
         Pencegahan dilakukan dengan mengadakan pengobatan terhadap penderita atau pengobatan massal, kebersihan diri dan sanitasi lingkungan, pembuangan tinja pada jamban, memasak yang benar pada makanan dan minuman dan penggunaan jamban. Infeksi di daerah endemik dapat dicegah dengan pengobatan orang yang terkena infeksi, pembuangan tinja secara baik, kebersihan diri, pendidikan sanitasi dan menyiram sayuran dengan air panas apabila tidak dimasak.
2.2.8. Parasitologi
         Dalam hal ini akan diuraikan ke tiga spesies mengenai nama umum, nama penyakit, ciri khas, distribusi geografi, patogenesis dan gejala kecacingan, morfologi dan daur hidup, cara infeksi, diagnosis, pencegahan dan epidemiologi. Ketiga spesies adalah

a. Ascaris lumbricoides
1. Nama umum dan nama penyakit
         Nama umum dari Ascaris lumbricoides adalah cacing gelang dengan nama penyakit yang ditimbulkan adalah Ascariasis, infeksi ascariasis, infeksi cacing gelang. 13)
2. Ciri Khas
Cacing dewasa berwarna putih atau kemerahan, cacing jantan panjangnya dapat mencapai 31 cm, sedangkan yang betina dapat mencapai 35 cm, kutikelnya halus dan bergaris-garis, ujung anterior maupun posterior tubuhnya meruncing, mulut mempunyai tiga bibir yang bulat panjang dan papil peraba dan cacing jantan mempunyai dua spikula dan ekor melengkung ke ventral. 14)
3. Distribusi Geografik
         Parasit ini adalah kosmopolit, lebih banyak ditemukan di daerah beriklim panas dan lembab. Di beberapa daerah tropik, derajat infeksi dapat mencapai 100 % dari penduduk. Pada umumnya lebih banyak ditemukan pada anak-anak yang biasanya juga menunjukkan beban cacing yang lebih tinggi. Di Indonesia antara tahun 1970 – 1980 menunjukkan pada umumnya prevalensi 70 % atau lebih. Prevalensi tinggi sebesar 78,5 % dan 72,6 % masih ditemukan pada tahun 1998 pada sejumlah murid dua sekolah dasar di Lombok. Di Jakarta sudah dilakukan pemberantasan secara sistematis terhadap cacing yang ditularkan melalui tanah sejak 1987 di sekolah-sekolah dasar. Prevalensi ascaris sebesar 6,8% di beberapa sekolah di Jakarta Timur pada tahun 1994 turun menjadi 4,9 % pada tahun 2000.
4. Patogenesis dan Gejala Kecacingan
         Jenis dan derajat cacing gelang (Ascaris lumbricoides) tergantung dari stadium parasit dan lokasinya dalam tubuh hospes. Migrasi cacing muda (5-7 cm) menimbulkan gejala sakit kepala, nyeri otot, batuk dan demam. Bila cacing otak dan jantung dapat menyebabkan gangguan yang lebih berat bahkan kematian. Pada jaringan hati dapat menyebabkan perdarahan dan peradangan hati. Bila memasuki paru-paru menimbulkan pseudotubercel. Eksudasi cairan ke alveoli dan intestinum radang Peribronchial peumoascariasis demam dan batuk. Cacing dewasa dalam usus umumnya tidak menimbulkan gejala yang nyata hanya pada hospes yang rentan atau infeksi yang berat akan menimbulkan gejala tidak enak badan, nafsu makan berkurang, sakit perut, mual, muntah serta diare.
5. Morfologi dan daur hidup
         Cacing dewasa Ascaris lumbricoides merupakan cacing gelang terbesar yang dijumpai dalam saluran pencernaan manusia 15). Cacing ini panjang, berbentuk silinder, dan ekornya menirus. Cacing betina dewasa yang telah cukup matang  lebih besar dari ukuran cacing jantan. Cacing jantan berukuran 10 - 30 cm, sedangkan yang betina 22-35 cm. Stadium dewasa hidup di rongga usus muda. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100.000 - 200.000 butir sehari, terdiri dari telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahi. Telur yang dibuahi, besarnya kurang lebih 60 x 45 mikron dan yang tidak dibuahi 90 x 40 mikron. Dalam lingkungan yang sesuai, telur yang dibuahi berkembang menjadi bentuk infektif dalam waktu kurang lebih 3 minggu. Bentuk infektif ini, bila tertelan oleh manusia, menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding usus halus menuju pembuluh darah atau saluran limfe, lalu dialirkan ke jantung, kemudian mengikuti aliran darah ke paru. Larva di paru menembus dinding pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk rongga alveolus, kemudian naik ke trakea melalui bronkiolus dan bronkus. Dari trakea larva ini menuju faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan larva akan tertelan ke dalam esofagus, lalu menuju usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai cacing dewasa bertelur diperlukan waktu kurang lebih dua bulan 16)
6. Cara infeksi
         Cara infeksi cacing gelang dapat terjadi melalui beberapa jalan yaitu kontak langsung dengan tanah yang tercemar telur matang, melalui mulut, bersama makanan dan minuman yang tercemar atau tertelan telur melalui tangan yang kotor sehingga infeksi per oral bisa terjadi atau telur infektif melekat pada badan atau kaki lalat, kecoa, tikus yang terkontak dengan tinja manusia di tanah dan mengandung telur yang sudah matang.
7. Diagnosa
         Diagnosis yang pasti adalah dengan menemukan telur cacing dalam tinja. Pemeriksaan langsung dapat menemukan telur fertile bila jumlahnya cukup banyak. Jumlah telur dapat digunakan untuk menentukan jumlah cacing karena produksi telur relatif tetap. Pemeriksaan dengan rontgen dapat mendeteksi cacing muda dan jantan.
8. Pencegahan
         Ascariasis terutama terjadi penularan di rumah tangga. Terdapat hubungan erat dengan hygiene keluarga dan pribadi maka pencegahan tergantung pada pembuangan tinja menurut syarat kesehatan. Pengobatan massal yang diikuti dengan perbaikan sanitasi dan hygiene pribadi dan lingkungan akan mencegah penyebaran askariasis. Pencegahan jangka panjang dengan pendidikan kesehatan keluarga,  lingkungan.
9. Epidemiologi
         Infeksi terjadi setelah menelan telur yang berisi embrio pada makanan yang terkontaminasi, lebih sering melalui tangan yang terkontaminasi. Telur yang keluar bersama tinja berkembang biak pada macam tanah yang liat, lembab dan terlindung sinar matahari langsung. Pada iklim sedang dan berangin, telur bisa ditularkan melalui udara masuk mulut dan tertelan. Telur Askariasis relatif resisten terhadap kekeringan dan variasi suhu yang lembab. Di negara berkembang dimana fasilitas saniasi yang kurang, memaparkan populasi berisiko besar dan prevalensi bisa sampai 80-90 %. Pada daerah beriklim sedang infeksi terjadi pada sekelompok keluarga 17)

b. Cacing tambang
1. Nama umum dan nama penyakit
         Cacing tambang yang terkenal dan dapat menimbulkan penyakit pada manusia adalah cacing Ancylostoma duodenale yang menyebabkan ankilostomiasis dan Necator americanus yang menyebabkan necatoriasis, incinariasis, infeksi cacing tambang 13)
2.Ciri Khas
         Nematoda ini berwarna putih kelabu, silindrik dan fusiform, panjang yang jantan mencapai 11 mm dan yang betinaa sampai 13 mm, Ancylostoma duodenale lebih besar daripada Necator americanus, kutikel tebal, cacing jantan mempunyai organ reproduksi tunggal dan sebuah bursa kopulatriks, cacing betina mempunyai sepasang organ reproduksi, tidak mempunyai bursa kopulatriks, vulva terletak posterior dari pertengahan badan Ancylostoma, dan pada Necator di daerah anteriornya dan spina kaudal terdapat pada Ancylostoma betina, tidak ada pada Necator 14)
3. Distribusi Geografik Necator americanus dan Ancylostoma duodenale
         Penyebaran cacing ini di seluruh daerah khatulistiwa dan di tempat lain dengan keadaan yang sesuai, misalnya di daerah pertambangan dan perkebunan. Prevalensi di Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan. Antara tahun 1972-1979 prevalensi di berbagai daerah pedesaan di Indonesia adalah sekitar 50 %. Pada survei-survei yang dilakukan Departemen Kesehatan di sepuluh propinsi di Indonesia antara tahun 1990-1991 hanya didapatkan 0-24,7 % sedangkan prevalensi sebesar 6,7 % didapatkan pada pemeriksaan 2478 anak sekolah dasar di Sumatera Utara 8)
4. Patogenesis dan Gejala Kecacingan
         Gejala nekatoriasis dan ankilostomiasis
1. Stadium larva:
Bila banyak larva filariform sekaligus menembus kulit, maka terjadi perubahan kulit yang disebut ground itch. Perubahan pada paru biasanya ringan.
2. Stadium Dewasa
            Gejala tergantung pada spesies dan jumlah cacing dan keadaan gizi penderita. Tiap cacing Necator americanus menyebabkan kehilangan darah sebanyak 0,005-0,1 cc sehari. Sedangkan A.duodenale 0,8 - 0,34 cc. Biasanya terjadi anemia hipokrom mikrositer. Disamping itu juga terdapat eosinofilia. Bukti adanya toksin yang menyebabkan anemia belum ada. Biasanya tidak menyebabkan kematian, tetapi daya tahan berkurang dan prestasi kerja menurun.
            Menurut Noerhajati, sejumlah penderita cacing tambang yang dirawat di Yogyakarta mempunyai kadar haemoglobin yang semakin rendah bilamana penyakit semakin berat. Golongan ringan, sedang, berat dan sangat berat mempunyai kadar Hb rata-rata berturut-turut 11,3 g%, 8,8 g%, 4,8 g%, dan 2,6 g%.

5. Morfologi dan Daur Hidup Necator americanus dan Ancylostoma duodenale
            Cacing dewasa hidup di rongga usus halus, dengan mulut yang besar melekat pada mukosa dinding usus. Cacing betina Necator americanus tiap hari mengeluarkan telur kira-kira 9000 butir, sedangkan Ancylostoma duodenale kira-kira 10.000 butir. Cacing betina berukuran panjang kurang lebih 1 cm, cacing jantan  kurang lebih 0,8 cm. Bentuk badan Necator americanus biasanya menyerupai huruf S, sedangkan Ancylostoma duodenale menyerupai huruf C. Rongga mulut kedua jenis cacing ini besar. Necator americanus mempunyai benda kiin, sedangkan pada Ancylostoma duodenale ada dua pasang gigi. Cacing jantan mempunyai bursa kopulatrik. Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 11,5 hari, keluarlah larva rabditiform. Dalam waktu kira-kira tiga hari larva rabditiform tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat menembus kulit dan dapat hidup selama 7-8 minggu di tanah.
            Telur cacing tambang yang besarnya kira-kira 60 x 40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva rabditiform panjangnya kira-kira 250 mikron, sedangkan larva filariform panjangnya kira-kira 600 mikron.
6.   Cara Infeksi
            Infeksi cacing tambang melalui kulit oleh larva filariform yang menembus kulit, sedangkan melalui mulut larva infektif tertelan bersama makanan dan minuman, atau pada tangan yang kotor.
7.   Diagnosis
            Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar. Dalam tinja yang lama mungkin ditemukan larva. Untuk membedakan spesies N.americanus dan A.duodenale dapat dilakukan dengan tinja misalnya dengan cara Harada-Mori 9)
8.  Pencegahan
            Di dalam masyarakat infeksi cacing tambang dapat dikurangi atau dihindarkan dengan sanitasi pembuangan tinja, kebersihan dan pemakaian alas kaki, melindungi orang yang mungkin terinfeksi dan mengobati orang yang mengadung parasit. Pengobatan massal atau perorangan dengan antelminthik, membuat jamban yang memenuhi syarat kesehatan pada setiap keluarga dan selalu memakai alas kaki bila berjalan di tanah akan mencegah infeksi.
9. Epidemiologi
            Cacing terutama tersebar di daerah tropik Afrika, Asia dan Amerika. Kondisi yang cocok untuk perkembangan telur cacing tambang menjadi larva filariform adalah suhu antara 23-33 °C, basah dan banyak hujan serta berpasir, berhumus, dan terlindung matahari langsung, infeksi cacing tambang ini terjadi bila kulit kontak dengan tanah yang terkontaminasi larva filariform pada tinja yang dibuang sembarangan. Penyakit ini juga bisa diderita dengan menelan larva infektif khususnya Ancilostoma. Transmisi laktogenik juga bisa terjadi pada spesies ini. Mungkin karena banyaknya pemaparan, laki-laki memperlihatkan insiden lebih tinggi daripada wanita.

c. Trichiuris trichiura
1. Nama umum dan nama penyakit
            Nama umum cacing ini adalah cacing cambuk dan penyakit yang ditimbulkan adalah trichuriasis,trichocephaliasis, infeksi cacing cambuk
2. Ciri Khas
            Cacing cambuk jantan panjangnya mencapai 45 mm, yang betina 50 mm, ujung posterior yang betina lurus, pada yang jantan melingkar, spikula yang jantan tunggal, mempunyai selubung yang lentur, bagian anterior mengandung esofagus yang panjang dan sempit dan usus dan organ reproduksi terletak di ujung posterior tubuh. 14)
3.  Distribusi Geografik
            Cacing ini bersifat kosmopolit, terutama ditemukan di daerah panas dan lembab, seperti di Indonesia. Di beberapa daerah di Indonesia, prevalensi masih tinggi seperti yang dikemukakan oleh Departemen Kesehatan pada tahun 1990/1991 antara lain 53 % pada masyarakat Bali, 36,2 % di perkebunan di Sumatera Selatan, 51,6 % pada sejumlah sekolah di Jakarta. Prevalensi dibawah 10 % ditemukan pada pekerja pertambangan di Sumatera Barat (2,84%) dan di sekolah - sekolah di Sulawesi Utara (7,42%). Pada tahun 1996 di Musi Banyuasin, Sumatera Selatan infeksi Trichiuris ditemukan sebanyak 60 % di antara anak sekolah dasar.
4.Patogenesis dan Gejala Klinis
Cacing Trichuris pada manusia terutama hidup di sekum, akan tetapi dapat juga ditemukan di kolon asendens. Pada infeksi berat, terutama pada anak, cacing ini tersebar di seluruh kolon dan rektum. Kadang-kadang terlihat di mukosa rektum yang mengalami prolapsus akibat mengejannya penderita pada waktu defekasi. Cacing ini memasukkan kepalanya ke dalam mukosa usus, hingga terjadi trauma yang menimbulkan iritasi dan peradangan mukosa usus. Pada tempat perlekatannya dapat terjadi perdarahan. Di samping itu rupanya cacing ini mengisap darah hospesnya, sehingga dapat menyebabkan anemia.
Penderita terutama anak dengan infeksi Trichuris yang berat dan menahun, menunjukkan gejala-gejala nyata seperti diare yang sering diselingi dengan sindrom disentri, anemia, berat badan turun dan kadang-kadang disertai prolapsus rektum. Pada tahun 1976, bagian Parasitologi FKUI telah melaporkan 10 anak dengan trikuriasis berat, semuanya menderita diare yang menahun selama 2-3 tahun. Infeksi berat Tricuriasis sering disertai dengan infeksi cacing lainnya atau protozoa. Infeksi ringan biasanya tidak memberikan gejala klinis yang jelas atau sama sekali tanpa gejala, parasit ini ditemukan pada pemeriksaan tinja rutin.
5. Morfologi dan Daur Hidup
            Cacing betina panjangnya kira-kira 5 cm, sedangkan cacing jantan kira-kira 4 cm, bagian anterior langsing seperti cambuk, panjangnya kira-kira 3/5 dari panjang seluruh tubuh. Bagian posterior bentuknya lebih gemuk, pada cacing betina bentuknya membulat tumpul dan pada cacing jantan melingkar dan terdapat satu spikulum. Cacing dewasa ini hidup di kolon asendens dan sekum dengan bagian anteriornya yang seperti cambuk masuk ke dalam mukosa usus. Seekor cacing betina diperkirakan menghasilkan telur setiap hari antara 3000-10.000 butir.
            Telur berukuran 50-54 mikron x 32 mikron, berbentuk seperti tempayan dengan semacam penonjolan yang jernih pada kedua kutub. Kulit telur bagian luar berwarna kekuning-kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama tinja. Telur tersebut menjadi matang dalam waktu 3 sampai 6 minggu dalam lingkungan yang sesuai, yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh. Telur matang ialah telur yang berisi larva dan merupakan bentuk infektif. Cara infeksi langsung bila secara kebetulan hospes menelan telur matang. Larva keluar melalui dinding telur dan masuk ke dalam usus halus. Sesudah menjadi dewasa cacing turun ke usus bagian distal dan masuk ke daerah kolon, terutama sekum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru, masa pertumbuhan mulai dari telur yang tertelan sampai cacing dewasa betina meletakkan telur kira-kira 30-90 hari.
6.  Cara Infeksi
            Cara menginfeksi langsung dengan menelan telur melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi telur serta tangan yang kotor. Infeksi tidak langsung terjadi telur infektif melekat pada badan atau kaki kecoa, lalat, tikus yang terkontaminasi tinja manusia yang mengandung telur matang. Selain itu juga bisa terbawa angin, air dan terselip di kuku.
7.  Diagnosis
            Diagnosis pasti dilakukan dengan pemeriksaan tinja penderita dengan menemukan telur cacing. Cacing dewasa dapat terlihat apabila terlihat prolapsus rectum atau pemeriksaan mukosa rektum.
8.  Pencegahan
            Pencegahan dilakukan dengan mengadakan pengobatan terhadap penderita atau pengobatan massal, perbaikan hygiene dan sanitasi perseorangan, pembuangan tinja pada jamban, memasak yang benar pada makanan dan minuman dan penggunaan jamban. Infeksi di daerah endemik dapat dicegah dengan pengobatan orang yang terkena infeksi, pembuangan tinja secara baik, cuci tangan sebelum makan, pendidikan sanitasi dan hygiene perseorangan, atau menyiram sayuran dengan air panas apabila tidak dimasak.
9.   Epidemiologi
            Paling sering ditemukan di daerah tropik, di tempat yang sanitasinya rendah, tanah liat dan lembab terlindung sinar matahari langsung dan kondisi lingkungannya optimal bagi inkubasi telurnya. Telur kurang resisten terhadap panas matahari dan kekeringan.

2.3 Sanitasi Lingkungan
            Sanitasi lingkungan adalah usaha pengendalian dari semua faktor-faktor lingkungan fisik manusia yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan bagi perkembangan fisik, kesehatan dan daya tahan hidup manusia. 17)
            Kesehatan masyarakat di negara berkembang tergantung pada tiga hal yaitu penyediaan air bersih, metode pembuangan kotoran manusia yang baik dan pendidikan hygiene.
1.    Penyediaan air bersih
Tujuan utama penyediaan air bersih dan pembuangan air kotor adalah untuk membantu mengatasi penyebaran penyakit yang melemahkan dan mematikan, untuk memperbaiki kehidupan dan produktifitas. Pengendalian penyakit yang berhubungan dengan air bersih dan sanitasi memerlukan banyak air bersih , hygiene yang baik dan pembuangan tinja yang memenuhi syarat kesehatan. Adapun sumber air bersih dapat diperoleh dari air permukaan (sungai, waduk), air tanah dan air hujan. Air bersih tersebut guna memenuhi kebutuhan domestik (mandi, mencuci, makan dan minum), keperluan industri dan keperluan pertanian, irigasi dan peternakan. 20)
2.   Pembuangan kotoran manusia
Untuk mencegah, sekurang-kurangnya mengurangi kontaminasi tinja terhadap lingkungan maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, maksudnya pembuangan kotoran harus di suatu tempat tertentu atau jamban yang sehat. Suatu jamban disebut sehat untuk daerah pedesaan apabila memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :
a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut.
b. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.
c. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.
d. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa dan binatang-binatang lainnya.
e. Tidak menimbulkan bau.
f. Mudah digunakan dan dipelihara (maintenance).
g. Sederhana desainnya.
h. Murah
i. Dapat diterima oleh pemakainya.
3. Kondisi Lantai
Kondisi lantai suatu rumah sangat penting mengingat lantai yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan menjadi perantara penularan penyakit kecacingan. Bila seseorang tidak menggunakan alas kaki dan lantainya tidak memenuhi syarat kesehatan (tidak kedap air, terbuat dari tanah) maka akan terjadi kontak langsung dan akan terinfeksi kecacingan. Konstruksi lantai rumah harus rapat air dan selalu kering agar mudah dibersihkan dari kotoran dan debu. Dengan demikian lantai rumah harus padat atau stabil hingga mudah dibersihkan dan cepat kering bila terkena air, oleh karena itu perlu dilapisi dengan lapisan yang kedap air (semen, tegel, teraso, dan lain-lain)21)

2.4  Praktek Kebersihan Diri
         Kebersihan diri atau disebut juga dengan hygiene perseorangan atau personal hygiene.18) Hygiene adalah usaha kesehatan masyarakat mempelajari kondisi lingkungan terhadap kesehatan manusia, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh lingkungan serta membuat kondisi lingkungan sedemikian sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan.19) Dari pengertian hygiene tersebut maka dapat diartikan kebersihan diri adalah usaha dari individu atau kelompok dalam menjaga kesehatan melalui kebersihan individu dengan cara mengendalikan kondisi lingkungan terhadap kesehatannya, upaya mencegah timbulnya penyakit karena pengaruh faktor lingkungan yang merugikan serta membuat kondisi lingkungan sedemikian sehingga terjamin pemeliharaan kesehatan.
Kebersihan perseorangan terdiri dari
         1.  Kebiasaan mandi
               Mandi gunanya untuk menghilangkan bau, kotoran-kotoran, merangsang peredaran darah, melemaskan otot dan kesegaran tubuh. Mandi dapat dilakukan sebelum makan atau istirahat dan paling sedikit dua kali sehari.
2.  Kebersihan Tangan
               Maksud dari mencuci tangan bukanlah sekedar pernyataan estetik (rasa bersih) saja kan tetapi penting karena tidak ada bagian tubuh lain yang paling sering kontak dengan mikroorganisme selain tangan. Alasan ini penting untuk mencuci tangan misalnya sebelum dan sesudah makan atau ngambil makanan,sebelum dan sesudah buang air besar, dan setelah bekerja. 18). Mencuci tangan sebaiknya dengan air yang mengalir dan memakai sabun atau sikat serta menggosok sela tangan dari lipatan kulit di kuku serta pemotongan kuku.
3.Kebersihan  Kaki
               Bila kebersihan dan pemeliharaan kaki tidak diperhatikan dapat menjadi sarang atau tempat masuknya kuman-kuman  penyakit dalam tubuh19). Kebersihan kaki meliputi:
a. Mencuci Kaki
Sehabis mandi atau saat mandi sebaiknya mencuci kaki dengan bersih karena kaki terutama sela-sela kaki sering dilupakan. Demikian pula sehabis melakukan aktifitas terutama dengan kaki telanjang. Hendaknya kaki selalu dicuci dan setelah tiu dikeringkan dengan handuk. Mencuci kaki sebelum tidur adalah kebiasaan yang baik.
b. Kuku  jari kaki harus dipotong dengan memperhatikan kebersihan sela- selanya
c. Memakai alas kaki, menghindari atau mencegah penularan penyakit yang masuk dengan perantaraan kulit seperti ankilostomiasis.